Selain menggunakan tongkat, dapat pula menggunakan benang yang diberi gantungan beban sehingga benang tersebut dapat tegak lurus.
Merdeka.com, Mesiotda - Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM) Surabaya mengajarkan mahasiswanya untuk mengukur arah kiblat dengan menggunakan cahaya matahari di halaman kampus setempat, pada Minggu (28/5).
Ketua Program Studi Keluarga Islam UM Surabaya Gandhung Fajar Panjalu mengatakan alasan mengajarkan pengukuran terhadap mahasiswanya adalah karena pada Minggu 28 Mei 2017, posisi matahari berada tepat di atas Kabah. "Peristiwa tersebut biasa disebut istilah "A'zham" (persinggahan utama) atau lebih dikenal dengan nama "Rashdul Qiblat" (petunjuk arah kiblat)," kata dia.
Fajar mengatakan, pada bulan Mei, Rashdul Qiblat terjadi pukul 12 menit 17 waktu Mekkah. Sedangkan di bulan Juli terjadi pukul 12 menit 26 waktu Mekkah. Selain itu, yang tidak kalah penting dalam Rashdul Qiblat adalah mengonversi waktu Mekkah ke dalam waktu lokasi tempat tinggal.
"Misalnya di Surabaya yang ikut waktu Indonesia barat (WIB), maka dikonversi dengan menambah 4 jam. Sehingga, Rashdul Qiblat di Kota Surabaya terjadi pukul 16.17 WIB," katanya.
Cara yang digunakan dalam Rashdul Qiblat cukup mudah. Pertama mencari terlebih dahulu arah Utara dan Selatan. Untuk mengetahui arah sejati ini, kata dia, bisa menggunakan Kompas.
"Kemudian letakkan tongkat setinggi kurang lebih 50 centimeter dan berdirikan tegak lurus pada tempat datar dan terkena sinar matahari," ujarnya.
Selain menggunakan tongkat, dapat pula menggunakan benang yang diberi gantungan beban sehingga benang tersebut dapat tegak lurus. Kemudian tunggu hingga Rashdul Qiblat tiba.
"Apabila tepat waktu Rashdul Qiblat, maka buat garis pada bayangan yang dibentuk oleh tongkat atau bayangan tegak lurus tersebut," katanya Terakhir, sesuaikan arah kiblat tempat salat dengan garis yang telah dibuat. Toleransi waktunya kurang lebih dua menit dari Rashdul Qiblat.
"Radius kiblat itu dapat digunakan sejauh 100 kilometer. Lebih dari itu bisa berbeda sudutnya," ujarnya.
Mahasiswa Hukum Keluarga Islam Nurul Amalia mengaku belum pernah mencoba cara mengukur arah kiblat tersebut. "Ini masih pertama. Sebelum masuk materi, memang diarahkan untuk praktik terlebih dahulu," ucapnya.