MESIOTDA Media Interaksi Otonomi Daerah
  1. MESIOTDA
  2. INFO AKTUAL

Sistem komunikasi otonomi daerah perlu ditata ulang

Mesi Otda akan menjadi yang terdepan dalam mengabarkan informasi yang terjadi di daerah.

©2017 Merdeka.com Reporter : Muhammad Hasits | Selasa, 07 Februari 2017 12:24

Merdeka.com, Mesiotda - Direktorat Jenderal Otonomi Daerah (OTDA) Kementerian Dalam Negeri telah meluncurkan media interaksi otonomi daerah, mesiotda.merdeka.com. Dengan adanya media ini diharapkan ada informasi yang akurat dan utuh dari berbagai daerah.

Mesi Otda akan menjadi yang terdepan dalam mengabarkan informasi yang terjadi di daerah. Seperti apa konsep detailnya, berikut petikan wawancara Direktur Jenderal Otonomi Daerah (OTDA) Kementerian Dalam Negeri Sumarsono kepada merdeka.com di kantor kerja Gubernur DKI, Balai Kota Jakarta, Jumat (3/2):

Selain soal smart city, Anda menggagas media interaksi otonomi daerah. Apa tujuannya?

Ini kan kita butuh level, ikon, managemen media interaksi otomatis daerah. Inti dasarnya sederhana karena berangkat isu otonomi daerah, kalau di Jakarta dari segi demand market, semua orang di Indonesia melaksanakan otonomi daerah, di seluruh kabupaten dan kota. Saya bayangkan semua orang mendapatkan informasi yang berbeda-beda, ini bisa kacau karena kenyataan orang-orang daerah menerima informasi otonomi daerah, pertama dari LSM, diklat, perguruan tinggi, Bappenas, swasta dan macam-macam padahal barangnya sama yang disampaikan sama.

Seperti training seekor gajah, yang dilatih hanya badan, telinga dan taringnya, keseluruhan gambar tidak pernah masuk setiap orang yang masuk. Daerah satu dan yang lain inputnya mendapatkan berbeda padahal barangnya sama. Teori komunikasi seharusnya dipakai, tapi yang terjadi sosialisasi komunikasi tidak efektif, informasi yang diterima kurang efektif, membuat saya terangsang membuat caranya sama padahal medianya sudah ada.

Kenapa selama ini sosialisasi masih dinilai kurang?

Masing-masing otonomi daerah punya anggaran masing-masing, objeknya sama sosialisasi daerah, input variatif, ini kekacauan tidak efektif yang diterima oleh customer sebagai daerah padahal fungsi daerah membina. Indikator penyelenggaraan otonomi daerah adalah komunikasi, bukan hanya regulasi atau birokrasi saja yang diperbaikin, satu hal yang penting terlupakan menata sistem ulang komunikasi otonomi daerah.

Masing-masing otonomi daerah bisa tetapi menyatu lebih kuat, dan merangkul semuanya. Media interaksi daerah mengintegrasikan menjadi satu kesatuan sama, kontrol kita pergelangan tangan kita. Siapa yang menghubungkan? Sekarang ini namanya A, B dan C kita berikan media interaksi daerah, yang apapun artinya mulai jempol sampai kelingking namanya adalah sebuah media apapun. Kemudian supaya lebih dinamis, interaktif komunikasi aktif pusat daerah.

Konsepnya seperti apa?

Lalu ada kebijakan sosialisasi, persoalan daerah media ini sehingga media menjadi proses interaksi antara pengirim dan penerima berita. Pertanyaan intensitas ini dirangkum, ini kalau berhasil maka, media mencakup sub-subnya apa, ada yang media website online, lalu e-perda, e-fasilitasi, e-registrasi, e-konsultasi, kelak perizinan keluar negeri semua proses. Hari ini sebagian program setelah berbasis elektronik, e-budget juga, kita ketinggalan sehingga informasi ke bawah akan terkoordinir dengan berbagai bentuk selama ini, ada sosmed semuanya terlalu banyak, otak pengelola perangkum, ada website tetapi tidak pernah diupdate kalau tidak siapa yang akses. Lalu, sosialisasi ke sosial media, tapi masih butuh manual jadi kita dorong hal tertentu.

Apa saja tugas daerah dalam program Mesiotda nanti?

Mereka juga harus mengetahui pengalaman jurnalistik, menulis 5 w 1H, siswa ditraining sehingga bayangkan 524 kabupaten sekali kirim update, lalu kita saja yang dapat, nanti akan menjadi media first. Lalu bisa dipublish, jadi seluruh kabupaten lapor setiap hari perkembangan daerah terkait isu, pengalihan urusan misalnya, apalagi tenaga analis media.

Demikian mudah, sekian persen isi daerah, dan sebaliknya kalau berhasil kabupaten positif, teknisnya instrumen apa yang bisa merangkap yang bisa diolah, kalau manual tidak bisa harus digital semuanya.

Bulan ini protes sekian, repsons sekian langsung terecord, nanti saya tinggal menerima laporannya. Model begini, bisa merangkum semua atas ke bawa, bawah ke atas, untungnya update informasi first isu, kalau relevan sebar, selama ini buta tidak mengetahui real time di daerah, saya ingin berikan CCTV setiap daerah, tapi kan tidak mungkin maka diganti seluruh pejabat dilatih training setiap angkatan tapi setelah konsep jadi.

Ini bekerja dengan mekanisme seperti ini, baru kita ngomong otonomi daerah diterima apa tidak, sukses tidak di daerah dan media rangkumnya melalui ini, semua media disiplin bisa sukses. Kemudian setiap daerah melakukan evaluasi, masih manual menggunakan data sebelumnya, ini tidak memuaskan, bisa dilakukan evaluasi bukan seperti lomba update, adalah evaluasi bisa melihat kinerja melakukan otonomi daerah.

Sebuah sistem otonomi daerah untuk input publik termasuk sub sistem otonomi daerah, sosial media, majalah apapun itu media semuanya disatukan. Jadi sub sistem, soal pengelola tidak tahu secara sistem disatukan. Butuh tenaga informal seluruh daerah, setelah update informasi lalu ada agen dari Jakarta, lalu sistem informasi media, media online yang jelas berbasis digital kalau tidak tertinggal.

Dalam Mesiotda, ada media interaksi. Seperti apa nanti?

Ada konsep interaksi, memperkaya interaksi masuk subtansi, masuk ke pengembangan lalu diperpola, bisa kita petakan, pertanyaan daerah tidak mungkin lebih 10 pertanyaan, semua masalah orda bisa diinteraksi koding Indonesia, contoh 03 mengenai konflik daerah sehingga daerah akan hafal sekali, karena problem daerah adalah DLL, dan problem sangat spesifikasi, masalah daerah ke daerah tidak lebih lima masalah, mengangkat tanpa seleksi, melantik tanpa diketahui Kemendagri pahami betul maka kelak enak ngomongnya. Jadi contoh pertanyaan 03 jawabannya 003, 05 jawabannya 005 dan seterusnya.

Sehingga kerja otomatis, jadi jelas. Jawabannya lengket, sudah kayak otomatis maka terstruktur dengan baik dan terorganisasi, diskusi bisa belakangan atau didetailkan, jadi tidak usah bergerak di 10 masalah saja.

Masalah-masalah otonomi daerah yang sering muncul apa saja?

Jadi bisa simpel konsepnya, masalah ribuan di daerah disederhanakan. Saya bisa bayangkan rakyat senang sampai Merauke, masalah apa dan jawabannya apa secara umum, ada rumusnya sistem ini, kalau tidak bisa rumus gunakan manual lemparkan ke atasan, jawab standar maka pertanyaan standar, misal gaji belum turun jawabannya keterlambatan. Tugas pimpinan akan jauh ringan.

Itu mapping, jawabannya assessment penilai secara tepat dan mapping permasalahan. Simplifikasi nilainya masih di bawah 10, jadi makin bisa sederhanakan makin bagus. Ide saya masalah lebih sederhana, sehingga kebijakan lebih cepat dan tepat karena informasinya akurat.

(MH/MH)
  1. Mesi Otda
  2. Nasional
KOMENTAR ANDA
TERPOPULER
Nasional