"Jumlah desa sekitar 8.416, Jawa Timur memiliki 2.277 Puskesmas Pembantu, 960 Puskesmas, dan 3.213 Ponkesdes."
Merdeka.com, Mesiotda - Pernah dengar istilah Pondok Kesehatan Desa? Jika belum, silakan bertandang ke Jawa Timur. Di provinsi yang berada di ujung timur Pulau Jawa itu, istilah Pondok Kesehatan Desa atau Ponkesdes bisa ditemui di hampir semua desa. Bahkan telah dijadikan sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama.
Asisten Gubernur Jawa Timur Bidang Pemerintahan dan Kesejateraan Masyarakat, Zainal Muhtadien menyebutkan, saat ini Ponkesdes boleh dikata telah merata di semua desa atau kelurahan di Jawa Timur.
“Inovasi pelayanan kesehatan melalui pendirian Ponkesdes ini dimulai pada 2010,” ujar pejabat yang berperawakan tegap ini.
Pemicunya, karena jumlah Pusat Kesehatan Masyarakat pada saat kurang memadai. Kala itu, dengan jumlah desa dan kelurahan sebanyak 8.450, Jawa Timur hanya memiliki 960 Puskesmas. Alhasil, banyak warga yang harus berjalan cukup jauh untuk mendapatkan layanan kesehatan di Puskesmas.
Di sisi yang lain, Puskesmas juga tak bisa efektif menjalankan berbagai fungsinya untuk melakukan kegiatan-kegiatan pencegahan penyakit ke berbagai pelosok desa.
“Radius jangkauan layanannya terlalu luas,” ujar Zainal.
Maka, untuk mengatasi masalah keterbatasan akses itu, Gubernur Jawa Timur, Sukarwo menemukan jalan keluar dengan meningkatkan fungsi Polindes (Pondok Bersalin Desa) menjadi Ponkesdes. Peralihan status ini tentu membawa banyak perubahan.
Saat menjadi Polindes, layanan yang diberikan hanyalah menyangkut kehamilan, persalinan, kesehatan ibu dan anak (KIA), serta Keluarga Berencana KB). Nah, setelah status naik menjadi Ponkesdes, layanan ditambah dengan program gizi, program pemberentasan penyakit, program kesehatan keliling, program promosi kesehatan, serta layanan pengobatan sederhana.
“Poskesdes belum bisa memberikan layanan pengobatan yang rumit karena tenaga yang mengelola adalah bidan dan perawat,” ujar Zainal. Alhasil, pasien yang memerlukan perawatan lebih lanjut harus dirujuk ke Puskesmas Pembantu (Pustu) atau pun Puskesmas, atau Rumah Sakit.
Meskipun demikian, tetap saja, kehadiran Ponkendes membuat iklim layanan kesehatan di Jawa Timur semakin membaik dan berimbang.
Sebagai gambaran, pada saat ini, dengan jumlah desa sekitar 8.416, Jawa Timur memiliki 2.277 Puskesmas Pembantu, 960 Puskesmas, dan 3.213 Ponkesdes. Praktis, hanya ada 1.957 desa yang tak memiliki layanan kesehatan di wilayahnya sendiri.
Meski layanannya baru sebatas pada pengobatan sederhana, persalinan, KB, KIA, dan klinik gizi, Ponkesdes ternyata bermanfaat sangat besar dalam penanganan dan pencegahan penyakit menular –terutama HIV/AIDS dan lepra.
“Para bidan dan perawat di Poskendes memang diberi tugas untuk melakukan penyuluhan dan pencegahan dua penyakit menular tersebut,” ujar Zainal.
Bidan Ponkesdes Desa Kedawang, Nguling, Kabupaten Pasuruan, Ayu Januar Pratiwi mengakui tugas yang ada di pundaknya memang tak hanya memberikan pelayanan kesehatan. Tetapi juga mendeteksi warga yang membutuhkan pertolongan medis.
“Masih banyak warga desa yang tidak mau berobat karena masih mengandalkan metode pengobatan tradisonal yang belum tentu benar. Kami harus rajin mengedukasi mereka,” kata dia.
Karena itu, ujar Ayu lagi, petugas kesehatan di Ponkesdes tidak bisa hanya diam dan menunggu warga untuk datang ke Ponkesdes. “Kami harus berinisiatif mendatangi warga untuk melakukan sosialisasi dan melakukan langkah-langkah pencegahan penyakit,” tandas Ayu.
Salah satu tugas yang penting untuk mereka tangani yaitu, mendeteksi resiko pada ibu hamil. Jika ada indikasi resiko kehamilan, Ayu akan langsung membuat rekomendasi agar ibu hamil itu ditangani oleh dokter di Puskesmas atau Rumah Sakit.