MESIOTDA Media Interaksi Otonomi Daerah
  1. MESIOTDA
  2. BEST PRACTICE

Mengenal SIKDA, aplikasi kesehatan Samarinda yang tersaji secara rinci

Karena dikreasikan sendiri, tidak ada anggaran khusus dalam penciptaan SIKDA ini. Anggaran hanya dikeluarkan untuk pembelian perangkat kerasnya.

Aplikasi informasi kesehatan milik Pemkot Samarinda yang bisa diunduh. ©2017 Merdeka.com Editor : Anton Sudibyo | Kamis, 06 April 2017 10:40

Merdeka.com, Mesiotda - Kesehatan biasanya masuk dalam program utama bagi pemerintah baik pusat maupun daerah. Meski begitu tak sedikit masalah yang datang dari bidang kesehatan ini, terutama pelayanan kesehatan yang dianggap tak bisa menjangkau hingga seluruh lapisan masyarakat. Selain itu juga rumitnya birokrasi yang banyak dikeluhkan masyarakat pengguna layanan kesehatan.

Namun, hal tersebut tidak dirasakan oleh masyarakat Kota Samarinda, Kalimantan Timur. Pemerintah Kota Samarinda menciptakan aplikasi dengan nama SIKDA (Sistem Informasi Kesehatan Kota Samarinda). Dengan adanya SIKDA, Pemkot Samarinda ingin mempermudah masyarakat dalam mengakses fasilitas kesehatan yang bermutu.

Tak hanya itu, keberadaan SIKDA membuat sistem informasi kesehatan di Samarinda semakin fleksibel dan mampu terintegrasi dengan sistem informasi kesehatan lainnya. SIKDA juga diharapkan mengurangi ketergantungan Pemkot Samarinda terhadap vendor sistem informasi kesehatan.

Sistem ini sudah dikembangkan sejak empat tahun yang lalu, dan diciptakan sendiri oleh pemerintah daerah tanpa menggunakan vendor luar. Bekerja sama dengan Microsoft Indonesia, semua data dan informasi kesehatan di Samarinda sejak awal sistem dikembangkan, sudah tersimpan dan terenkripsi di basis data.

Karena dikreasikan sendiri, tidak ada anggaran khusus dalam penciptaan SIKDA ini. Anggaran hanya dikeluarkan untuk pembelian perangkat kerasnya. Tapi karena berbasis individu, setiap tenaga kerja medis diwajibkan dan pasti mempunyai ponsel pintar, sehingga pemerintah daerah tidak mengeluarkan anggaran yang besar.

SIKDA Samarinda bermula dari SIKDA Puskesmas dan SIKDA Rumah Sakit. Pada 2017, terdapat pengembangan berupa SIKDA Dokter Keluarga dan Klinik Pratama, SIKDA Dokter Spesialis, SIKDA Kebidanan untuk seluruh bidan praktik mandiri, SIKDA Fasilitas Pendidikan Kesehatan, dan SIKDA Apotek.

Semua itu menjadi satu kesatuan sistem informasi kesehatan yang komprehensif dan saling terhubung satu sama lain. Tujuannya adalah untuk meningkatkan mutu kesehatan di era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Untuk keamanan sistem, SIKDA telah bekerjasama dengan pihak cyber crime Mabes Polri. Maka dari itu, jika ada kejahatan siber, bisa langsung ditindaklanjuti oleh pihak kepolisian.

Sejak 31 Maret 2016, SIKDA Samarinda telah terintegrasi dengan BPJS Kesehatan. Kepala Dinas Kesehatan Samarinda, Nina Endang Rahayu menjelaskan, selama ini data pemberian pelayanan dari BPJS Kesehatan langsung ke pemerintah pusat. Pemerintah daerah harus meminta ke pusat dahulu terkait data tersebut. “Dengan adanya SIKDA, kita sama-sama melihat data itu, baik dari Dinas Kesehatan Samarinda maupun BPJS,” ujarnya.

Integrasi dengan BPJS Kesehatan membuat Dinkes Samarinda mendapatkan basis data peserta. Pada era JKN, data ini berguna misalnya saat puskesmas ingin melakukan posyandu, sehari sebelumnya petugas puskesmas bisa mencari daftar nama peserta BPJS di daerah yang akan dikunjungi. Kalau puskesmas tidak dapat data peserta sesuai alamatnya, maka bisa dilaporkan ke dinas sosial untuk usul PBI (Penerima Bantuan Iuran) tahun berikutnya.

Kepala Cabang BPJS Kesehatan Samarinda, Johana menuturkan, peserta BPJS Kesehatan saat ini di Kota Samarinda sampai dengan Januari 2017 mencapai 498.708 jiwa. Dengan integrasi ini, BPJS Kesehatan dapat memberikan informasi, misalnya keaktifan peserta individu maupun badan usaha. “Adanya SIKDA, teman-teman di lapangan juga sangat terbantu ketika bekerja,” kata dia.

Data kesehatan masyarakat memang sangat penting dimiliki oleh pemerintah daerah. Inovasi SIKDA tidak hanya bermanfaat bagi masyarakat, tetapi juga bermanfaat bagi lintas sektor kesehatan di Ibu Kota provinsi Timur Borneo ini.

Dengan sistem yang terintegrasi, praktik kecurangan di FKTP (Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama) puskesmas dan FKTP selain puskesmas dapat dicegah, dikenali, dan dikendalikan. Data-data yang terkumpul juga bisa diaudit per orang secara rinci “Sistem yang baik adalah sistem yang tidak ada kecurangan,” kata Endang.

Pada tingkat puskesmas, kecurangan dapat dicegah dengan mekanisme kolektif, satu kunjungan mendapatkan autentikasi minimal dari tiga orang petugas. Di FKTP selain puskesmas, register kunjungan dan kode diagnosa, terlapor elektronik ke register puskesmas.

Kemudian, register di Puskesmas dan selain Puskesmas, langsung terhitung sebagai UKM (Upaya Kesehatan Masyarakat) dan UKP (Upaya Kesehatan Perorangan) berbasis kelurahan. Pada data berbasis individu, BPJS Kesehatan Samarinda mendapatkan hak akses khusus untuk melihat apakah benar pasien terlayani atau tidak.

Misalkan pada saat rumah sakit mengajukan klaim pembayaran ke BPJS Kesehatan, pihak RS diwajibkan melaporkan segala kegiatannya ke Dinkes Samarinda. Sehingga tercipta data pembanding, sebagai proses identifikasi kecurangan di pelayanan rujukan.

Selain itu, pada layanan dokter keluarga, diwajibkan melakukan pelaporan secara elektronik untuk penyakit tertentu ke Puskesmas. Selanjutnya, Puskesmas bisa melakukan tindakan pencegahan untuk menekan angka kesakitan. Data ini juga akan terlapor ke tim pencegahan kecurangan. Hasil dari data tersebut, akan menjadi kontribusi bagi pencapaian SPM (Standar Pelayanan Minimal) Kesehatan kota Samarinda.

(AS)
  1. Inovasi
  2. Layanan Kesehatan
KOMENTAR ANDA