"Konsep smart city membutuhkan suatu sistem terintegrasi jika ingin lebih hemat," kata Arya.
Merdeka.com, Mesiotda - Anggaran belanja teknologi untuk mengembangkan sebuah kota pintar (smart city) akan bisa dihemat hingga 50-60 persen jika menggunakan platform teknologi informasi dan komunikasi (TIK) secara terintegrasi antara infrastruktur, aplikasi dan berbagai aspek lainnya.
"Konsep smart city membutuhkan suatu sistem terintegrasi jika ingin lebih hemat," kata Direktur Jasa Teknologi Informasi Lintasarta, penyedia platform smart city, Arya N Soemali pada 'Indonesia Smart City Summit 2017: Gerakan Menuju 100 Smart City' di Makassar, Sulsel, hari ini.
Dikutip dari Antara, data Kemdagri mencatat total belanja TIK nasional mencapai Rp 40 triliun per tahun dan dinilai sebagai suatu pemborosan jika tidak berjalan secara baik.
Selama ini, lanjut dia, setiap pemerintah daerah yang membuat kotanya jadi 'smart city' masing-masing membeli dan mengimpor perangkat komputer, CCTV, wifi, server, serta membuat aplikasi e-goverment sendiri-sendiri.
Menurut dia kondisi seperti ini membuat biaya pembangunan kota pintar yang memang membutuhkan dana investasi besar tidak efisien bahkan dinilai membengkak jika dibandingkan dengan biaya pos lainnya.
"Apalagi dengan cara menyediakan perlengkapan secara tambal sulam dari berbagai pihak juga akan membuat penerapan suatu sistem kota pintar terhambat. Karena belum tentu suatu perangkat bisa berjalan jika dipasangkan dengan perangkat lainnya meski sejenis," katanya.
Lintasarta, ujar dia menawarkan solusi pengembangan kota pintar yang jauh lebih efisien dengan konsepnya yang terintegrasi, dari mulai jaringan internet, data center, server, 'cloud', hingga aplikasinya sekaligus tenaga yang berkompeten.
"Kami memiliki infrastruktur fiber optik di 146 kota dengan panjang 2.800 km di Indonesia, cloud (komputasi awan), sejumlah data center berkapasitas besar, 14.000 stasiun penerima sinyal dari satelit dan sejumlah aplikasi untuk mendukung smart city," kata Arya.
Aplikasi tersebut, jelas dia antara lain aplikasi pemantau kondisi transportasi termasuk pemantau kemacetan dan parkir, sistem pelaporan masyarakat seperti kejadian kebakaran, serta pemantauan media sosial untuk mengetahui kecenderungan masyarakat terhadap suatu kebijakan.
Pihaknya juga bekerja sama dengan berbagai perguruan tinggi seperti ITB, UGM dan lainnya untuk mengembangkan berbagai aplikasi yang sesuai dengan kebutuhan daerah dan didudukkan dalam platform yang dimiliki Lintasarta.
Banyak pemda yang ingin menjadikan kotanya sebagai kota pintar tapi tidak tahu apa yang harus dilakukan, bagaimana prosesnya, dan teknologi apa yang dibutuhkan, ujarnya.
"Jangan sampai mereka ini salah memilih teknologi dan membuat keputusan, karena smart city bertujuan untuk mengatasi masalah perkotaan sekaligus meningkatkan kenyamanan masyarakat," katanya.