"Itu sebuah keputusan yang harus kita hormati,"
Merdeka.com, Mesiotda - Presiden Joko Widodo mengatakan menghormati keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait dengan pembatalan kewenangan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) untuk menghapus peraturan-peraturan daerah (Perda) yang bermasalah.
"Kita sebenarnya ingin menyederhanakan, ingin menghapus dan menghilangkan hambatan-hambatan dalam perizinan investasi baik di pusat maupun daerah, tapi kita juga sangat menghargai apa yang sudah diputuskan MK," kata Presiden Jokowi saat melakukan kunjungan di Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, kemarin seperti dikutip dari Antara.
Lebih lanjut Presiden Jokowi menjelaskan bahwa masyarakat memerlukan sebuah penyederhanaan perizinan dan kecepatan perizinan dalam rangka investasi. Sehingga hal itu diharapkan bisa memperbaiki pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
"Itu sebuah keputusan yang harus kita hormati dan kita harus sadar bahwa kita Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tanggung jawab saya itu dari pusat sampai daerah. Itu semua harus diselesaikan," kata Presiden.
Sementara itu sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengaku kecewa dengan putusan MK tersebut. Terlebih lagi dia menganggap sejumlah perda yang sudah dibatalkan dinilai menghambat investasi.
Tjahjo menjelaskan pihaknya pernah merilis ada 3.000 perda yang dibatalkan yang dianggap sudah menghambat investasi daerah. Dia menegaskan sebagai pemerintah pusat dan daerah sudah mempunyai kapasitas masing-masing.
Meski begitu setelah dipelajari terkait putusan itu, menurutnya tidak semua kewenangan Mendagri atas perda dibatalkan. "Setelah kami baca putusan MK No 137/PUU- XIII/2015 membatalkan pasal 251 ayat 2, 3, 4 dan 8 saja. Artinya yang dilarang gubernur membatalkan perda kabupaten/kota. Dan yang penting Mendagri masih boleh membatalkan perda provinsi dan kabupaten/kota," ujar Tjahjo.
"Menurut saya sudah jelas tidak masalah. Setidaknya keputusan MK menjelaskan saja kewenangan-kewenangan baik kemendagri maupun gubernur dan pemda kabupaten/kota," tambahnya lagi.
Mendagri menuturkan bahwa sebenarnya pembatalan perda merupakan domain eksekutif, karena perda adalah produk pemerintah daerah dengan DPRD.
"Permasalahannya sekarang jangan sampai kemendagri dan pemda provinsi dan kabupaten kota membuat aturan-aturan tambahan baru yang tidak perlu. Justru pemangkasan (birokrasi/aturan) yang harus diprioritaskan agar tata kelola pemerintahan efektif efisien demi pelayanan publik yang lebih baik," tuturnya.
Terakhir, kebijakan Kemendagri yang dilakukan rutin tiap tahun adalah mengevaluasi terbitnya perda yang ada. Dengan adanya putusan ini menurutnya hanya berpengaruh terhadap format evaluasi perda.
"Memang Kemendagri akhirnya perlu tegas terhadap langkah-langkah pengendalian terhadap permendagri dan perda untuk menjamin ketaatan dan kepatuhan dengan peraturan yang lebih tinggi untuk kepentingan masyarakat umum," tegasnya.
Seperti diketahui MK mengabulkan uji materi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang diajukan Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) dan sejumlah pihak.
Pada Rabu (5/4) MK mengabulkan permohonan Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) dan kawan-kawan mengenai pasal 251 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah .
MK mengabulkan permohonan pemohon sepanjang pengujian Pasal 251 ayat (2), ayat (3), dan ayat (8) serta ayat (4). Pasal 251 ayat 1 UU Pemda menyatakan: perda provinsi dan peraturan gubernur yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum, dan atau kesusilaan dibatalkan oleh menteri.