MESIOTDA Media Interaksi Otonomi Daerah
  1. MESIOTDA
  2. BEST PRACTICE

Ini sejumlah desa wisata yang dikembangkan Pemkab Bantul

“Jadi, target kami memang bagaimana membuat dunia kepariwisataan di Bantul memberikan manfaat kepada rakyat,”

Koleksi museum tani Jawa (foto: bantulkab.go.id). ©2017 Merdeka.com Editor : Anton Sudibyo | Selasa, 04 April 2017 11:09

Merdeka.com, Mesiotda - Kabupaten Bantul memiliki harapan untuk menjadi salah satu pemain utama dalam industri pariwisata di Provinsi DI Yogyakarta. Namun begitu, Pemerintah Kabupaten Bantul ingin agar masyarakatnya dapat menikmati rezeki dari perkembangan kepariwisataan. 

Karena itu, selain mempercantik obyek wisata dan membuka akses jalan, hal pertama yang dilakukan oleh Pemkab Bantul adalah membangun desa-desa wisata. Ada beberapa desa wisata yang saat ini sudah tumbuh. Desa Wisata Karang Tengah, yang terkenal dengan jajanan berbahan kacang mede, misalnya.

Ada lagi Desa Wisata Manding yang sekaligus juga merupakan pusat kerajinan kulit di Kabupaten Bantul. Di situ, pengunjung tak hanya bisa membeli cenderamata seperti tas, sepatu, dompet hingga jaket kulit, tapi juga bisa belajar tentang cara membuatnya.

Jika ingin merasakan hidup menjadi petani, turis dapat mengunjungi Desa Wisata Candran yang terletak di dusun Mandingan, Kebonagung, Imogiri, Bantul. Di Desa ini, pengunjung bisa menyaksikan berbagai alat pertanian tradisional yang tersimpan di dalam museum yang juga dikelola warga setempat.

Ada Desa Wisata Tembi yang menyediakan galeri batik, sebuah cottage, sebuah restoran unik dan sebuah galeri lukisan. Di desa wisata ini juga ada Museum Rumah Budaya Tembi yang menyimpan berbagai benda bernuansa Jawa seperti keris, tombak, peralatan bertani, peralatan seni membatik hingga gamelan

Ada pula Desa Wisata Kasongan. Desa Wisata Kasongan yang berada di Pedukuhan Kajen, Desa Bangunjiwo, Kecamatan Kasihan, Bantul ini yang memberikan peluang bagi pengunjung untuk ikut membuat gerabah. Tentu, pada ujungnya, diharapkan mereka juga membeli produk gerabah bikinan para perajin asli Kasongan.

Sedang yang sekarang sedang terkenal yakni Desa Wisata Wukirsari. Desa ini mengandalkan batik dan wayang sebagai “dagangan” untuk memikat datangnya wisatawan.

Ada lagi Desa Wisata Krebet yang sangat terkenal dengan batik kayu. Di sini, wisatawan dipikat dengan aneka barang kerajinan berbahan kayu seperti gelang, topeng, hingga patung dilukis dengan motif batik sehingga memiliki nilai jual yang lebih tinggi. Desa Wisata Krebet berada di Kecamatan Pajangan, Bantul.

Di semua desa wisata tersebut, home stay selalu dapat dicari. “Jadi, target kami memang bagaimana membuat dunia kepariwisataan di Bantul memberikan manfaat kepada rakyat,” ujar Bupati Suharsono.

Tak sedikit di antara yang disebut home stay itu adalah bagian dari rumah yang ditinggali oleh penduduk. “Bahasa sininya, menyewakan kamar,” kata Bupati Bantul itu sambil tertawa.

Berbarengan dengan itu, Pemerintah Kabupaten Bantul juga menyiapkan suprastruktur yang mendukung agar dunia kepariwisataan Bantul dapat berkembang dengan baik. “Saya banyak belajar dari tetangga sebelah,” ujar bupati itu dengan suara yang merendah.

“Ternyata, menyerahkan pengelolaan tempat wisata kepada masyarakat secara langsung juga bukan pilihan yang baik,” katanya lagi.

“Saya tidak bisa membayangkan, saat ada pengunjung mau menginap lalu ada 8 orang yang saling memperebutkannya. Pengunjung pasti tidak akan nyaman,” tambahnya. Sebab itu, Suharsono menekankan pentingnya kesadaran masyarakat yang akan menangani para wisatawan.

Terkait hal itu, sejak awal, Pemkab Bantul menuntut kepada masyarakat yang ingin mengembangkan desa wisata harus terlebih dahulu membentuk kelompok sadar wisata (Pokdarwis). Kelompok yang beranggotakan masyarakat desa ini mendapatkan pembinaan secara terus-memerus dari Dinas Pariwisata Kabupaten Bantul.

Dinas Pariwisata secara rutin menggelar workshop untuk meningkatkan kapasitas pengurus dan anggota Pokdarwis agar mereka mampu mengikuti perkembangan dan kebutuhan. Workshop itu biasanya juga dijadikan sebagai ajang bagi mereka untuk menjual desa wisata yang dikelola masing-masing Pokdarwis kepada berbagai asosiasi yang bergerak dalam bidang pariwisata seperti perwakilan ASITA, perhimpunan hotel dan restoran Indonesia (PHRI) serta perguruan tinggi (PT).

Tentu, bukan hanya ini strategi yang digelar Bantul untuk membidik wisatawan. “Tidak semua wisatawan bisa disuruh nginap di homestay,” ujarnya. Dia melihat, pada saat ini kemampuan Kota Yogyakarta untuk menyediakan akomodasi bagi wisatawan pun sudah mencapai titik puncak. Artinya, Kabupaten Bantul kini punya peluang untuk menjadi penyedia akomodasi itu.

Tak heran, beberapa bulan setelah memegang jabatan bupati, salah satu hal yang dia lakukan adalah menghadap gubernur. “Saya mohon kepada Pak Gubernur agar Perda pembatasan ketinggian bangunan diubah,” katanya.

Jika semula bangunan di Kabupaten Bantul dibatasi paling tinggi hanya boleh 4 lantai, Suharsono meminta agar diizinkan mendirikan bangunan 10 lantai. “Ngarso dalem, Pak Gubernur, sudah setuju,” tandasnya.

Bangunan menjulang 10 lantai pertama yang akan berdiri, menurut Bupati Suharsono, adalah sebuah rumah sakit. “Jadi, dalam bayangan saya, Bantul ini nanti juga harus berkembang menjadi kota jasa,” ujarnya. Orang yang membutuhkan layanan kesehatan, bisa datang ke Bantul. Orang yang ingin menggelar konferensi dan pertemuan juga akan datang ke Bantul.

Dia berharap, pengembangan industri kepariwisataan yang melibatkan modal besar serta bisnis kepariwisataan yang diselenggarakan rakyat secara langsung seperti desa-desa wisata dan homestay tetap berkembang dan bahkan semakin kuat. 

(AS)
  1. Inspirasi
  2. Inovasi
  3. Wisata Bantul
KOMENTAR ANDA