MESIOTDA Media Interaksi Otonomi Daerah
  1. MESIOTDA
  2. BEST PRACTICE

Ini kehebatan smart kampung yang diterapkan di Banyuwangi

"Jadi, dengan konsep Smart Kampung ini, kami berharap akan terjadi proses pemberdayaan masyarakat," Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas.

©2017 Merdeka.com Editor : Anton Sudibyo | Jum'at, 24 Februari 2017 11:08

Merdeka.com, Mesiotda - Penerapan smart kampung yang dilakukan Pemkab Banyuwangi mendapat respon baik dari pemerintah desa. Kepala Desa Kampung Anyar, Suwedi, mengatakan bahwa penerapan Smart Kampung ini sangat membantu petugas maupun masyarakat. Dia membeberkan, penerapan Smart Kampung ini menjadikan layanan publik di kantornya dapat berjalan efektif dan efisien. Smart Kampung memungkinkan diterapkannya layanan one stop service, semuanya diurus lewat satu pintu, dengan ruang pelayanan yang nyaman dan seorang resepsionis khusus.

Tak hanya itu, dengan layanan tersebut dapat meringankan masyarakat dari segi waktu dan biaya. Contohnya saja, proses pembuatan Surat Pernyataan Miskin (SPM) dan pengurusan akte kelahiran, kini sudah bisa langsung diproses lewat Kantor Desa. Dulu, untuk mengurus SPM masyarakat harus pergi ke kantor kecamatan yang letaknya jauh hingga butuh waktu dan biaya yang tak sedikit. "Dulu untuk membuat SPM, butuh waktu 6 hari, sekarang hanya kurang dari satu hari" tutur Suwedi. Masyarakat yang ingin membuat akte kelahiran pun tak perlu pergi ke ke Kantor kecamatan ataupun Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil.

Bukan hanya itu manfaat yang didapat warga dari penerapan Smart Kampung ini. Kini, berkat adanya Smart Kampung, warga Desa Kampung Anyar kini juga dapat mengakses internet (Wifi) berkecepatan tinggi di Balai Desa. Alhasil, Balai Desa menjadi ramai pengunjung. Di Balai Desa, anak-anak dapat mengakses internet untuk mencari bahan pelajaran. Bahkan, setelah melihat tingginya minat para pelajar untuk mengakses internet di Balai Desa, Suwedi juga menyediakan perpustakaan yang representatif agar mereka dapat belajar secara lebih optimal.

Orang-orang dewasa pun tak sedikit pula yang memanfaatkan fasilitas internet di Balai Desa Kampung Anyar ini. Mereka umumnya, mencari informasi mengenai berbagai hal, terutama tentang peluang-peluang usaha baru yang mungkin dikembangkan di desa mereka. "Menjelang Maghrib sampai sehabis Isya, wifi kami matikan agar anak-anak tetap bisa mengaji dan beribadah di masjid atau di rumahnya masing-masing," ungkap Suwedi.

Alhasil, kehadiran Smart Kampung bukan saja bermanfaat bagi kelancaran layanan administrasi bagi aparat desa maupun masyarakat. Tapi juga mendorong munculnya ide-ide baru untuk memajukan desa. “Karena itu, tugas aparat desa saat ini juga tak hanya terbatas pada pekerjaan pelayanan pemerintahan saja. Tapi juga membantu masyarakat untuk menggali dan mengembangkan potensi desa dan potensi warganya.

Memang, berkaca dari definisi tentang smart city, Smart Kampung memang harus memiliki banyak dimensi. Setidaknya, untuk dapat disebut sebagai kampung pintar, setidaknya harus dipenuhi tujuh hal, yakni pelayanan publik, pemberdayaan ekonomi, pelayanan kesehatan, pengembangan pendidikan dan seni-budaya, peningkatan kapasitas SDM, integrasi pengentasan kemiskinan, dan melek informasi hukum.

Smart Kampung yang dikembangkan di Banyuwangi saat ini memang belum sepenuhnya memenuhi semua kriteria itu. Tetapi, setidaknya, sebagian besar unsur kampung pintar telah dikembangkan di wilayah yang berjuluk Bumi Blambangan ini. Dan yang sudah pasti, baik aparat maupun masyarakat sudah merasakan dampak positif dari penerapan Smart Kampung ini.

Kepala Desa Taman Sari, Taufik mengaku bahwa model pelayanan dengan smart Kampung ini sangat memudahkan masyarakat. “Warga hemat waktu juga hemat uang karena tak perlu ongkos bensin ke kantor kecamatan. Program ini penting untuk memudahkan warga,” kata Taufik.

Seperti diketahui, kabupaten Banyuwangi merupakan kabupaten terbesar di Jawa Timur (seluas sekitar 5,7 km2), serta dihuni oleh sekitar 1,5 juta jiwa. Di Banyuwangi, jarak antara desa dengan ibukota kecamatan bisa mencapai puluhan kilometer jauhnya. Alhasil, penyederhanaan prosedur pengurusan dokumen ini memberikan dampak penghematan yang besar bagi masyarakat.

Taufik pun lalu menunjukkan betapa mudahnya mengoperasikan aplikasi yang ada dalam Smart Kampung ini. Para petugas desa, katanya, hanya perlu memasukan Nomor Induk Kependudukan (NIK). Setelah itu, pilih jenis surat yang diinginkan masyarakat. Hanya dengan dua kali “klik” surat dan data yang dibutuhkan telah terisi lengkap, tinggal dimintakan tanda tangan Kepala Desa.

Nah, ada yang istimewa dari aplikasi Smart Kampung ini. Jika kepala desa sedang tidak ada di kantor, surat yang diinginkan masyarakat tetap bisa dibuat karena kepala desa bisa menandatangani dokumen secara elektronik. “Jika ada surat yang harus saya tandatangani, saya akan menerima pemberitahuan di handphone saya. Jika , saya setuju, saya tinggal klik ‘OK’. Setelah itu surat yang diinginkan bisa langsung diprint-out dan tanda tangan saya bisa dicantumkan,” beber Taufik.

Rajuna, warga Desa Ketapang juga mengakui bahwa pelayanan publik setelah penerapan Smart Kampung di desanya sangat baik. Pria 49 tahun itu mengatakan bahwa proses pelayanan adminsitrasi di desanya saat ini sangatlah cepat. Suatu kali, begitu dia menceritakan, dia pernah mengurus SPM karena anaknya harus melahirkan lewat operasi sesar. “Saya tidak punya uang operasi, makanya saya minta surat SPM,” kata Rajuna. Hasilnya, surat yang ia butuhkan itu didapatkan hanya dalam kurun waktu 4 jam saja. “Pelayanan cepat ini, sangat bermanfaat bagi saya,” kata Rajuna.

Bukan hanya terkait pelayanan, smart kampung ini juga terintegrasi dengan sejumlah program pemerintah daerah. Sebab modernisasi mesin birokrasi memang tak bisa dielakkan. Apalagi, sejalan dengan kemajuan pembangunan pariwisata di Banyuwangi yang saat ini sedang benar-benar mencorong. Derap kehidupan di Banyuwangi kini tak hanya diisi dengan aktivitas warga lokal. Kehadiran para turis pun menjadikan Banyuwangi sebagai sebuah kota yang mau tak mau, menuntut kecepatan dan pelayanan yang baik.

Pembangunan kepariwisataan di Banyuwangi, menurut Bupati Abdullah Azwar Anas, bukan hanya tentang bagaimana mendatangkan turis. Pembangunan pariwisata juga harus dilakukan dengan pembangunan kultur masyarakat. Masyarakat pun harus modern, namun tetap memegang jatidirinya sebagai orang Banyuwangi.

Dengan makin majunya industri kepariwisataan, aparat pun dituntut untuk bekerja cepat, efektif, dan efisien. Kesadaran masyarakat juga harus dibangun agar mereka paham bahwa turisme juga merupakan daya dorong bagi kesejahteraan mereka. Karena itu, wawasan dan cakrawala berpikir masyarakat Banyuwangi juga harus didorong untuk lebih terbuka agar turisme bisa mendatangkan kemakmuran bagi masyarakat. "Jadi, dengan konsep Smart Kampung ini, kami berharap akan terjadi proses pemberdayaan masyarakat," tandasnya.

Warga Banyuwangi sendiri kian hari juga kian pintar mencari peluang-peluang untuk mendorong kemajuan turisme di wilayahnya. Saat ini, cukup banyak acara-acara budaya yang sengaja dikemas untuk mengundang kedatangan wisatawan, dan sekaligus menunjukkan kekayaan budaya Banyuwangi agar tersebar lewat informasi mulut ke mulut.

Pada awal Februari 2017, misalnya, sekelompok masyarakat Desa Sumberbulu, Kecamatan Songgon menggelar sebuah acara bertajuk Masyarakat Kaki Gunung Berkarya (Makarya). Uniknya, pagelaran yang berlangsung dari 3 Februari hingga 5 Februari itu, para seniman lokal berkolaborasi dengan seniman mancanegara. Menu utama pertunjukannya adalah seni khas Banyuwangi seperti tari jaran goyang, gandrung, pencak silat, wayang osing, musik lesung, dan berbagai kearifan lokal lain. Seniman mancanegara yang terlibat dalam perhelatan ini sangatlah banyak. Ada yang berasal dari Australia, Kanada, Inggris, Perancis, Belanda, Cheko, Korea, Kroasia, dan Amerika. “Pagelaran ini dibuat karena masyarakat mau bersama-sama membangkitkan nilai gotong royong,” kata Wagianto, Camat Songgon.

Pimpinan Jaringan Kampung Nisantara (Japung), Redy Eko Prasetyo, yang memprakarsai pelaksanaan acara ini menyatakan, para seniman asing pun sangat mengapresiasi acara ini. Padahal, para pengisi acara dalam kegiatan ini, baik lokal maupun asing, semuanya tak dibayar. Rumah-rumah penduduk yang digunakan sebagai tempat menginap para seniman juga disediakan secara gratis. Tetapi, cara itu sungguh berkesan. “Itu menjadi sesuatu yang luar biasa untuk ukuran zaman sekarang yang segala hal dinilai dengan uang,” kata Redy.

(AS)
  1. Penataan Kota
  2. Inspirasi
  3. Pemimpin Daerah
  4. Inovasi
KOMENTAR ANDA