MESIOTDA Media Interaksi Otonomi Daerah
  1. MESIOTDA
  2. BEST PRACTICE

Wow TPA modern di Pati jadi kawasan wisata dan perpustakaan

Dibangun pada 1994, Pemkab Pati mulai mengubah tata kelola dan menambah sejumlah area bermain sejak lima tahun lalu.

©2017 Merdeka.com Editor : Anton Sudibyo | Kamis, 16 Maret 2017 12:37

Merdeka.com, Mesiotda - Pengelolaan sampah di Kabupaten Pati Jawa tengah memang patut diapresiasi. Bahkan sistem pengelolaan dan kreativitas itu sebagian besar muncul dari ide warga yang kemudian di fasilitasi pihak Pemkab. Selain tempat pembuangan sampah atau jika di Pati sudah menjadi tempat pengolahan sampah (TPS), ada juga bank sampah yang tertata dengan apik pengelolaannya.

Tata kelola bank sampah jauh lebih bersih dan modern dibandingkan TPS. Bangunannya permanen yang dilengkapi teller, mesin pembangkit listrik yang menggunakan biogas sebagai bahan bakar, pusat kerajinan, perpustakaan mini, instalasi pengelolaan air limbah, dan taman.

Sampah yang masuk ke sini lebih banyak plastik bekas kemasan makanan dan kardus. Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Pati, Tuty Indarningsih menerangkan DLH mendatangkan ahli kerajinan tangan dari Solo, Yogyakarta, dan Surabaya untuk mendidik ibu-ibu rumah tangga. Kerajinan tangan yang dibuat, seperti taplak meja, tas, hingga pakaian adat yang sudah dimodifikasi.

Di bank sampah induk di Kelurahan Kalidoro terpajang aneka kreasi ibu-ibu kader lingkungan. Salah satu kerajinan tangan yang unik adalah wadah minuman dan buah dari koran bekas. Koran dikeringkan dan dipernis, lalu dibentuk menyerupai guci dari Negeri Tirai Bambu tapi motifnya seperti ukiran kayu dari Jepara.

Meskipun dari koran, kerajinan tangan itu cukup kokoh untuk menampung buah dan air mineral. Harganya hanya Rp75.000 tapi nilai seninya cukup tinggi. Menurut salah satu pengelolanya, Sulistyo Ningsih, setiap bulan ibu-ibu bisa mendapatkan penghasilan sekitar Rp750 ribu dari kerajinan yang dibuatnya.

Ketua Bank Sampah Asri Raharjo, Eko Supriyanto, mengungkapkan bahwa setelah tiga tahun beroperasi, perputaran uang di tempatnya mencapai kurang lebih Rp30 juta dengan rata- rata perbulan sekitar Rp 500 ribu. Eko juga mempekerjakan banyak orang untuk membuat kerajinan berbahan baku sampah. Sistemnya bagi hasil. Perajin dapat 30 persen harga jual, bank sampah mengambil 70 persennya.

Menurut Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Pati, Purwadi, TPS dan bank sampah ini sekarang bahkan telah berhasil menghidupkan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Bahkan, Pemkab Pati memusatkan semua kerajinan tangan dan khas lokal di pasar modern Pragolo. Saat ini ada sekitar 42.000 UMKM yang bergerak di bidang batik, kuningan, kerajinan tangan, dan kuliner. Untuk mengenalkan semua itu, Pemkab membuat program wisata sehari untuk anak- anak sekolah. “Mereka diajak mengunjungi sentra kerajinan, pasar, tempat sampah dan pemanfaatannya,” ujarnya

Yang tak kalah mengejutkan, Kabupaten Pati kini sudah punya TPA modern di kawasan Sukaharjo. Setiap hari sekitar 60 ton sampah masuk ke TPA yang diangkut 20 truk. Hebatnya, yang berdiri di atas tanah TPA seluas 12 hektar itu bukan hanya tempat sampah, tapi juga kawasan wisata dan perpustakaan.

Dibangun pada 1994, Pemkab Pati mulai mengubah tata kelola dan menambah sejumlah area bermain sejak lima tahun lalu. TPA ini memiliki kebun binatang mini, yang berisi rusa, monyet, ular, burung, dan ayam. Selain itu, TPA ini dilengkapi dengan area perkemahan dan tempat latihan menembak TNI dan Polri.

Area perkemahan ini ramai pada saat musim kemarau. Pramuka dari Rembang, Blora, Jepara, dan Kudus kerap berkemah di sini. Area ini memang cocok untuk kegiatan alam karena masih ada hutan yang luas untuk menopang latihan survival.

Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Pati, Suharyono menerangkan air lindi dari sampah pun tak luput dari perhatian. Di TPA ini terdapat kolam-kolam penampungan yang terhubung dengan area penumpukan sampah. Dengan pengolahan ini, pencemaran lingkungan dan bau menyengat dapat diminimalisir.

Karena itu, di TPA ini, tidak tercium bau sampah yang menyengat hingga aman buat bermain anak-anak. Meskipun demikian, Dinas Kesehatan setiap dua minggu sekali memeriksa kesehatan pengelola dan pemulung untuk mengantisipasi adanya penyakit berbahaya dan menular.

Suharyono menuturkan TPA ini juga menghasilkan gas methana yang digunakan untuk bahan bakar warga dan listrik. Saat ini, gas methana itu dialirkan ke 32 rumah warga di sekitar Sukoharjo dengan pipa sepanjang dua kilometer. Sedangkan, listrik baru digunakan untuk mencukupi kebutuhan warung-warung dan bangunan di TPA. “Dua TPA lain, di Juwana dan Tayu, akan segera dikembangkan seperti TPA Sukoharjo," ujarnya.

(AS)
  1. Pengelolaan Sampah
  2. Inovasi
KOMENTAR ANDA